merekam indonesia – Rencana pembangunan Markas Batalyon TNI AD di wilayah konsesi tambang PT Vale Indonesia menuai penolakan dari petani merica di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Warga mengaku tidak pernah menerima sosialisasi maupun pemberitahuan resmi terkait rencana tersebut.
Perwakilan warga, Muhammad Risal, menyebut masyarakat khawatir akan tergusur dari kebun lada yang selama ini mereka kelola di Blok Tanamalia PT Vale. Kekhawatiran itu mencakup kepastian lahan, ganti rugi, hingga kelangsungan mata pencaharian warga.
“Kami tidak pernah diberi tahu. Tidak ada sosialisasi. Warga menolak. Kami sudah sampaikan ke bupati, katanya tanah itu milik Pemda, bukan tanah masyarakat,” kata Risal dalam konferensi pers virtual, Selasa.
Penolakan warga juga dipicu oleh pemasangan spanduk rencana pembangunan markas batalyon di area kebun merica yang disebut sudah siap panen. Warga kemudian mencopot spanduk tersebut karena tidak ada penjelasan resmi dari pemerintah desa maupun dusun.
“Spanduk itu dipasang di tengah kebun merica warga. Tidak ada keterangan resmi sebelumnya, jadi kami tolak,” ujar warga lainnya, Radit.
Disebutkan, area rencana pembangunan markas batalyon itu mencakup wilayah Desa Mahalona dan Desa Rante Angin di Kecamatan Towuti.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel menduga adanya tekanan terhadap warga terkait penggunaan lahan konsesi tersebut. Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau Walhi Sulsel, Arfandi Anas, menyebut pembangunan markas batalyon di wilayah tersebut dinilai tidak mendesak.
Direktur Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin, menilai rencana itu perlu ditinjau ulang karena tidak ada ancaman keamanan yang signifikan di wilayah tersebut.












